Makalah pembinaan pelaksanaan pengembangan kurikulum
Kata Pengantar
Puji
syukur kepada Allah swt. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Pengembangan
Kurikulum PAI dengan judul “Pembinaan Pelaksanaan Pengembangan
Kurikulum”.
Tujuan
penulis dalam pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas akhir semester yang telah
diberikan oleh Dosen Dr. Hj. Andi Murniati, M.Pd Dan
juga bertujuan untuk mempelajari ilmu Pengembangan
Kurikulum PAI yang sebagai mata kuliah pembelajaran
saat ini.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Penulis juga
berterimakasih kepada pendukung, kerabat, orang tua, teman dan orang terdekat yang telah memberikan
dukungan, kritik dan saran. Sehingga penulis dapat menyelesai materi ini dengan
mudah dan cepat.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa Program Pascasarjana (PPs) UIN Sultan Syarif Kasim
Riau.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing penulis meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah
penulis di masa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.
Pekanbaru, Desember 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar
Isi ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar
Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan
Masalah ........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 2
A.
Pengertian
dan Ruang Lingkup Pembinaan Pelaksanaan
Kurikulum 2
B.
Pembinaan Administratif
dan Pembinaan Profesional................ 3
1.
Pembinaan Admistratif......................................................... 3
2.
Pembinaan Profesional.......................................................... 4
C.
Organisasi Pembinaan
Pelaksanaan Kurikulum........................... 9
1.
Organisasi Formal dan
Informal........................................... 9
2.
Organisasi Profesi................................................................. 9
3.
Revitalisasi KKG dan
MGMP.............................................. 9
4.
Pemberdayaan MKKS dan
KKG – MGMP....................... 10
5.
Kelompok Kerja Penilik
Sekolah (KKPS).......................... 12
BAB
III PENUTUP........................................................................................ 13
A.
Kesimpulan ............................................................................... 13
B.
Saran ......................................................................................... 13
Daftar
Kepustakaan ............................................................................................ 14
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum suatu lembaga pendidikan
tertentu pada dasarnya telah ada atau telah di persiapkan untuk dilaksanakan
oleh para staf sekolah atau lembaga pendidikan, terutama guru sebagai pelaksana
kurikulum. Demikian pula perangkat yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan
kurikulum seperti buku pelajaran, perlengkapan sekolah, panduan-panduan atau
buku pedoman pelaksanaan kurikulum telah disusun bebarengan dengan penyusunan
kurikulum.
Tugas pelaksana kurikulum tinggal
mengoprasionalkannya berdasarkan ketentuan dan petunjukyang ada dalam
kurikulum. Oleh sebab itu tugas guru dan pelaksana kurikulum lainnya tinggal
membina pelaksanaan. Sehubungan dengan itu, timbul pertanyaan bagaimana cara
melakukan pembinaan kurikulum. Maka, dalam makalah ini akan di bahas mengenai
hakikat pembinaan kurikulum di sekolah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dan
ruang lingkup pembinaan pelaksanaan kurikulum?
2.
Bagaimana Pembinaan
Administratif dan Pembinaan Professional?
3.
Apa Organisasi
Pembinaan Pelaksaan Kurikulum?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui
pengertian dan ruang lingkup pembinaan pelaksanaan kurikulum.
2.
Untuk mengetahui
pembinaan administratif dan pembinaan professional.
3.
Untuk mengetahui
organisasi pembinaan pelaksanaan kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Ruang Lingkup Pembinaan Pelaksanaan Kurikulum
Kurikulum
yang telah direncanakan secara efektif akan menghasilkan cara mengajar dan cara
belajar yang lebih baik. biarpun ada penelitian yang menunjang pernyataan
tersebut, tetapi kita mengetahui bahwa kurikulum tersebut tidak dapat menjamin
akan terjadi cara mengajar dan belajar yang baik di dalam kelas.[1]
Sebagai
seorang guru, ia harus mandiri dalam memecahkan masalah di kelas. Ia tidak
dapat lagi ke lembaga pendidikan asalnya setiap kali ia menghadapi suatu
masalah. Ia harus dapat memutuskan
sendiri jenis cara mengajar, cara menggunakan buku pelajaran, memilih alat-alat
peraga yang tepat dan cara penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas atau di luar kelas.[2]
Masalah
yang dihadapi guru itu diperbesar lagi dengan segala jenis pembaharuan
kurikulum dalam rangka mengikuti perkembangan pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang. Karena
itu, para guru perlu dibantu secara berencana dan sistemik dalam menghadapi
segala permasalahan. Setidaknya guru tahu kepada siapa dan kemana ia dapat
bertanya untuk menghadapi permasalahan itu. Ia tahu mana dan kemana ia dapat
memperoleh pengetahuan atau informasi baru yang berkaitan dengan tugas dan
tanggungjawabnya sebagai pelaksana dan pengelola program pendidikan Sekolah Dasar.[3]
Membina
pelaksanaan kurikulum belum cukup hanya memperhatikan segi-segi administrative
saja, akan tetapi ada hal yang lebih penting yang perlu mendapat perhatian
yaitu segala permasalahan yang berkaitan pekerjaan sebagai guru, khususnya
berkaitan dengan proses belajar-mengajar. Pembinaan terutama menekankan pada
bantuan untuk guru berkaitan dengan profesinya disebut pembinaan professional.[4]
Jadi
pembinaan professional untuk guru adalah pembinaan guru untuk meningkatkan
profesionalismenya terutama yang berkaitan dengan proses beljara-mengajar di
dalam dan di luar kelas. Pembinaan profesi keguruan tidak hanya dilakukan oleh
kepala sekolah dan pemilik sekolah, tetapi juga dapat dilakukan antara sesama
guru.[5]
B.
Pembinaan
Administratif dan Pembinaan Professional
1.
Pembinaan
Administratif
Dalam
rangka pembinaan pelaksanaan kurikulum dikenal dua macam pembinaan yaitu
pembinaan dalam bidang administrasi dan pembinaan dalam bidang profesi baik
profesi kepembinaan maupun profesi keguruan. Untuk memperjelas arahan pembaharuan
(inovasi) kurikulum para ahli pendidikan bersepakata tentang pembinaan sebagai
berikut:
a.
Pembinaan
administrative dan pembinaan professional tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, karena keduanya mempunyai dampak terhadap kualitas hasil lulusan.
b.
Pembinaan tidak dapat
dipisahkan dari penataran guru, dan rapat-rapat kerja yang perlu dihadiri guru.
c.
Pembinaan juga
berkaitan erat dengan pengembangan kurikulum adalah pemantauan pelaksanaan
kurikulum yang mengkonsentrasikan pada kegiatan belajar mengajar guru di kelas
dan cara penilaian hasil belajar siswa.
d.
Komunikasi yang baik,
terbuka dengan satu arah yang jelas untuk memperbaiki pendidikan, merupakan
unsur penting dalam upaya pembinaan secara efisien.
e.
Penataran guru bukan
saja bermaksud untuk membina guru tetapi juga memberikan nasehat-nasehat
bagaimana memantapkan dan mengembangkan pengetahuan guru.
f.
Nasehat dan gagasan
sendiri tidak cukup. Dalam pembinaan, guru memerlukan contoh konkret atau suatu
model konkret mempraktekkan nasehat dan gagasan itu.
g.
Pembinaan pelaksanaan
kurikulum di masa yang akan datang pada hakekatnya perlu ditujukan kepada
pembinaan yang dapat mempunyai dampak positif pada mutu pendidikan.[6]
Pembinaan administratif mencakup
pembinaan tentang kelengkapan dan keabsahan dokumen. Misalnya, buku yang
berisikan seluruh data peserta didik, buku kehadiran kepala sekolah dan guru,
buku yang berisikan inventaris sekolah, buku keuangan sekolah, daftar nilai,
rencana pelaksanaan kurikulum dalam satu tahun dan satu caturwulan, persiapan
mengajar dalam bentuk satuan pelajaran dan sebagainya. Pembinaan administratif
perlu dilakukan agar sekolah dapat berjalan secara terencana, teratur dan
setiap pelaksana pendidikan di sekolah (kepala sekolah, guru, kepala
perpustakaan, sampai dengan pesuruh sekolah) dapat mengetahui tugas dan
kewajibannya.[7]
Hubungan yang serasi antara guru, kepala
sekolah, dan penilik secara psikologis sangat mempengaruhi tingkah laku guru
dalam meningkatkan kemampuan dirinya. Guru antara lain akan tidak segan untuk
bertanya atau memberikan keterangan tentang apa yang dilakukan di dalam kelas
bila hubungan serasi dapat diciptakan. Keterbukaan menyampaikan pendapat atau
gagasan perlu ada bila kualitas pendidikan benar-benar ingin ditingkatkan.[8]
2.
Pembinaan
Profesional
Pembinaan profesional mencakup pembinaan
dalam bidang profesi kepembinaan dan profesi keguruan.
a.
Pembinaan profesi
kepembinaan
Dalam
pembinaan profesi kepembinaan, pembina yang berasal dari Direktoral Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah harus dapat membina pembina yang berada di Kantor
Wilayah, dan pembina yang berasal dari Kantor Wilayah harus dapat membina
pembina yang berada di Kantor Depdikbud tingkat Kabupaten, dan seterusnya.
Koordinasi antar pembina baik secara vertikal maupun horizontal sangat
diperlukan. Kurangnya koordinasi tersebut akan dapat membingungkan para guru
dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dalam pembinaan profesi kepembinaan
selain memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam bidang administrasi dan
supervisi pendidikan, seorang pembina seharusnya antara lain:
1) Memiliki
pengetahuan yang luas mengenai kurikulum yang berlaku.
2) Dapat
mendalami masalah-masalah yang dihadapi oleh orang yang dibinanya.
3) Dapat
mengakui bahwa orang yang dibina itu memiliki potensi atau kemampuan yang dapat
ditingkatkan atau dikembangkan.
4) Memiliki
kemampuan untuk menyampaikan pendapat dan bersikap terbuka terhadap saran atau
pendapat dan kritik yang membangun dari orang yang dibinanya.
5) Bijaksana
dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang yang dibinanya.[9]
b.
Pembinaan profesi
keguruan
Pembinaan
profesional untuk para guru perlu dilakukan di sekolah mengingat persoalan yang
dihadapi guru juga berkaitan erat dengan kondisi dan situasi sekolah. Kondisi
dan situasi sekolah yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya inilah merupakan
faktor penting dalam merencanakan dan menyusun program pembinaan bagi guru-guru
yang baru lulus dari suatu lembaga pendidikan guru. Para pembina perlu melihat
langsung situasi dan kondisi sekolah dan kelas serta keadaan peserta didik.
Dengan demikian pembina dapat mencoba mencari atau mendiskusikan dengan guru
dan kepala sekolah cara pemecahan masalah yang dihadapi guru dengan lebih
sesuai.[10]
Dalam
pembinaan profesi keguruan, pembina hendaknya dapat mendorong dan memotivasi
guru agar ia mau secara terus menerus meningkatkan kemampuan profesinya.
Disamping itu hendaknya diusahakan agar hubungan antara sekolah, orang tua
peserta didik, dan masyarakat di sekitar sekolah dapat terbina dengan baik.
Dengan perkataan lain, pembinaan profesi keguruan sangat mendambakan terjadinya
peningkatan kemampuan profesional guru mempersiapkan, melaksanakan proses
belajar-mengajar dan melakukan serta memberi “arti” pada penilaian hasil
belajar peserta didik.[11]
Melalui
pelayanan profesional, para guru berkesempatan untuk mengembangkan diri agar
lebih mampu melaksanakan tugas pokoknya seharihari, yaitu:
1)
Meningkatkan penguasaan
bahan pelajaran.
2)
Meningkatkan kemampuan
merencanakan proses belajar-mengajar.
3)
Meningkatkan kemampuan
melaksanakan proses belajar-mengajar.
4)
Meningkatkan kemampuan
menilai proses dan hasil belajar-mengajar. [12]
Biarpun target yang dituju dalam
pembinaan profesional adalah guru tetapi upaya peningkatan perlu pula ditujukan
kepada penilik dan kepala sekolah.[13]
Karena itu, tujuan umum dari pembinaan
profesional adalah meningkatkan kemampuan para Kepala Sekolah dan Pemilik dalam
memberikan bantuan dan pelayanan profesional kepada para guru, agar para guru
lebih mampu melaksanakan proses belajar-mengajar.[14]
Agar tujuan umum ini tercapai, pembinaan
profesional hendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1)
Kepercayaan bahwa
guru-guru memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
Dalam diri setiap orang
ada suatu ”daerah tak terjamah". Daerah tersebut harus diberi suntikan
motivasi nyata. Setiap usaha yang dilakukan hendaknya menitik beratkan pada
pertumbuhan dari dalam, yang dilandasi oleh motivasi intrinsik. Gejala adanya mencoba
dan memulai sesuatu gagasan oleh keinginan untuk guru, menunjukkan adanya
kesanggupan guru untuk mengembangkan diri. Ciri profesional yang penting bagi
seorang guru adalah semangat yang tak henti-hentinya untuk meningkatkan Oleh
karena itu, persoalan bagi para pendidikan adalah bagaimana diri. pembina dapat
melepaskan guru-guru dari ikatan tata kerja tradisional, untuk mengembangkan
kesanggupan potensialnya, membantu ke arah otonomi
kepercayaan diri, membuat mereka menyibukkan diri dengan prakarsanya.[15]
2)
Hubungan antara para
pembina dengan guru-guru hendaknya didasarkan atas hubungan kerabat kerja.
Para Kepala sekolah dan
penilik hendaknya memandang guru-guru sebagai rekan sejawat, supaya terjadi
hubungan yang harmonis. Atas dasar hubungan kerabat kerja, bisa diadakan
diskusi atau paling tidak dapat diungkap cara pemecahan masalah. Masalah yang
dihadabi guru-guru dalam proses; belajar-mengajar dikemukakan secara terbuka.
Di pihak lain para penilik dan kepala sekolah harus peka terhadap
masalah-masalah yang dihadapi guru.
Sering kali pemecahan
masalah dapat diatasi melalui diskusi atau tukar-menukar pengalaman di antara
guru-guru sendiri. Dengan demikian terjadi dialog profesional yang
terus-menerus. Sikap menonjolkan kedudukan sebagai atasan dan menganggap guru
sebagai bawahan semata-mata akan melahirkan hubungan yang kaku. Sikap demikian
kurang menguntungkan bagi terwujudnya dialog profesional.[16]
3)
Pelayanan profesional
hendaknya didasarkan pada pandangan yang obyektif.
Setiap keadaan yang
berhubungan dengan permasalahan proses belajar-mengajar harus diterima apa
adanya, yaitu kenyataan-kenyataan yang dirasakan, didengar, dan dilihat
terlepas dari perasaan subyektif atau sentimen pribadi. Para penilik harus
berani menyatakan bahwa usahanya tidak berhasil atau berhasil berdasarkan
alasan-alasan yang dapat diterima. Demikian juga, guru harus berani mengakui
baik kepada dirinya, kepada rekan sejawatnya maupun kepada pembina bahwa ia
masih menghadapi persoalan-persoalan.
Apabila penilik pada
suatu saat belum mampu menyelesaikan suatu masalah, maka sangatlah bijaksana
apabila ia tidak bersikap pura-pura menguasai masalah itu. [17]
4)
Pelayanan profesional
hendaknya didarsarkan atas hubungan manusiawi yang sehat.
Sebagai mana anak-anak,
orang dewasa memerlukan pujian, bukan celaan atau makian. Keinginan untuk
mencoba atau kesuksesan yang dicapai guru-guru, sekalipun belum berarti
hendaknya mendapatkan pengakuan yang wajar dari kepala sekolah. Sebagai
manusia, guru-guru tidak lepas dari kekeliruan, asalkan kekeliruan itu tidak
dijadikan alasan untuk menyelamatkan diri.[18]
C.
Organisasi
Pembinaan Pelaksaan Kurikulum
1.
Organisasi
Formal dan Informal
Hampir
di seluruh wilayah Indonesia telah memiliki organisasi formal terutama yang
berhubungan dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja Pengawas Sekolah
(KKPS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG).
Organisasi-organisasi tersebut sangat berperan dalam membantu melakukan
perubahan Kurikulum melalui berbagai pembinaan dan pelatihan di samping
Organisasi profesi lain, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI); FKG;
FORMOPPI; clan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) juga merupakan
organisasi profesi yang bisa membantu memperlancar penerapan KTSP di sekolah,
khususnya pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD).[19]
2.
Organisasi
Profesi
Organisasi
profesi sebagai wadah untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan mutu
pendidikan seperti KKPS, K38, KKG, MGMP, serta organisasi profesi untuk seluruh
guru seperti PGRI, FORMOPPI, FKG, dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia) sudah terbentuk hampir di seluruh wilayah Indonesia, tidak saja di
kota-kota besar tetapi juga di pedesaan, dan pelosok-pelosok masyarakat.
Organisasi profesi ini akan lebih berperan dalam kiprahnya bila kinerjanya
dimaksimalkan.[20]
3.
Revitalisasi
KKG dan MGMP
Hasil
penelitian tentang pengaruh guru terhadap hasil belajar peserta didik di
Indonesia sangat rendah (Sekitar 25%) sedangkan di Jepang mencapai 55%. Ini
merupakan tantangan bagi 'guru dan KKG dan MGMP. Jumlah guru di sekolah pada
umumnya sudah cukup memadai, tetapi suasana belajar belum cukup kondusif
akibat, metoda mengajar guru yang kurang bervariasi. Melalui KKG dan MGMP,
diharapkan persoalan dapat diatasi, termasuk bagaimana mensiasati KTSP dan
mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi
metoda, dan variasi media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.[21]
Kegiatan
ini di bawah koordinasi Wakasek Kurikulum dan untuk setiap mata pelajaran
dipimpin oleh guru senior yang ditunjuk oleh Kepala sekolah. KKG dan MGMP
minimal bertemu satu kali per minggu guna menyusun strategi pengajaran dan
mengatasi masalah yang muncul. Di samping itu, KKG dan MGMP sekolah dapat
mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk membantu
guru dalam mamahami materi yang masih dianggap sulit atau membantu memecahkan
masalah yang muncul di kelas, maupun ahli metodologi untuk menemukan cara yang
paling sesuai dalam memberikan materi pelajaran tertentu.[22]
KKG
dan MGMP juga dapat menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar.
Evaluasi kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk
menyempurnakan rencana berikutnya. Kegiatan. KKG dan MGMP yang dilakukan dengan
intensif, dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru untuk
meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru serta menambah pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang yang diajarkan.[23]
Melalui
revitalisasi KKG dan MGMP, diharapkan semua kesulitan dan permasalahan yang
dihadapi oleh guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dapat
dipecahkan, dan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah melalui
peningkatan mutu pembelajaran (effective
teaching).[24]
4.
Pemberdayaan
MKKS dan KKG MGMP
Musyawarah
Kerja Kepala Sekolah (MKKS) merupakan suatu wadah pertemuan atau perkumpulan
kepala sekolah yang berada pada satu wilayah kabupaten atau gugus sekolah, yang
berfungsi sebagai sarana komunikasi, konsultasi, dan tukar pengalaman. Sesuai
dengan perubahan paradigma pendidikan, hal tersebut perlu lebih diberdayakan,
terutama untuk meningkatkan kualitas dan kinerja kepala sekolah sebagai ujung
tombak inovasi dan reformasi pendidikan di sekolah (school reform).[25]
School reform
menuntut kepemimpinan kepala sekolah yang aktif, kreatif, reaktif, dan
inovatif, karena ia yang lebih memahami dan mengetahui kondisi sekolah secara
nyata, sehingga visi dan misi yang dibentuk telah mempertimbangkan kondisi
tersebut. lVlKKS sangat diperlukan dalam mewujudkan harapan yang diinginkan
yaitu sekolah efektif oleh karena itu, tugas dan tanggungjawab kepala sekolah
menjadi semakin besar sebagai konsekuensi dari kebebasan seluas-luasnya untuk
mengelola berbagai perubahan yang menguntungkan bagi peserta didik sekaligus
peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini, kepala sekolah harus mampu
memposisikan dirinya sebagai educator, manajer, administrator, supervisor,
leader, innovator, dan motivator (EMASLIM). Pemberdayaan MKKS diharapkan dapat
menciptakan manajemen kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, dan
profesional.[26]
Perubahan
paradigma proses pembelajaran dari teaching menjadi learning, memerlukan
perubahan proses pembelajaran, baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan maupun
evaluasi. Dengan demikian, diperlukan reorientasi penyelenggaraan KKG dan MGMP
baik dari tujuan penyelenggaraan, jadwal pertemuan, maupun materi. Tujuan KKG
dan MGMP antara lain untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan
pembelajaran yang berkualitas sesuai kebutuhan peserta didik. Pada dasarnya
wadah komunikasi profesi sangat diperlukan dalam memberikan kontribusi pada
peningkatan keprofesionalan para anggotanya. Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kebijakan pemerintah tentang peningkatan mutu
pendidikan, seyogianya penyelenggaraan pertemuan KKG dan MGMP dibiayai dengan
dana mandiri dari sekolah atau para anggotanya. Pemberdayaan MKKS dan KKG ..
MGMP memberikan banyak manfaat terhadap implementasi program school reform dan
classroom reform, antara lain meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan
dalam melayani peserta didik. Pemberdayaan forum MKKS dan KKG MGMP sebagai
wadah peningkatan profesionalisme, menuntnt kepala sekolah dan guru profesional
yang mampu mengubah peran dan fungsinya, serta dapat memposisikan dirinya peran
sesuai dengan kebutuhan.[27]
5.
Kelompok
Kerja Penilik Sekoiah (KKPS)
Untuk
menampung aspirasi dan memudahkan komunikasi antara penilik sekolah diperlukan
“suatu tempat yang dinamakan KKPS.
Kelompok
kerja pemilik sekolah bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi
oleh penilik sekolah dalam hal membina guru-guru dan segala masalah yang
terjatli di sekolah wawasan pemilikannya.[28]
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurikulum merupakan suatu alat untuk tercapainya tujuan
pengajaran dan pendidikan. Kurikulum merupakan dasar pelaksanaan pendidikan.
Kurikulum merupakan kunci penentu keberhasilan proses belajar mengajar di
sekolah. Oleh karena itu, guru harus mengkaji, mengetahui, memahami, dan
melaksanakan kurikulum yang sedang berlaku. Dengan demikian, guru akan
melakkukan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
dan arah pembelajaranya akan jelas.
Sebagai program pendidikan yang
telah direncanakan secara sistematis, kurikulum mengemban peranan yang sangat
penting bagi pendidikan siswa. Ada tiga peranan kurikulum yang sangat
penting yakni peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, peranan
kreatif. Kurikulum hendaknya bersifat luwes dan dinamis. Luwes dimaksudkan
bahwa kurikulaum tidak baleh kaku, tapi dapat menyesuaikan diri dengan
masyarakat.
Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi
dua tingkatan yaitu pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas.
Dalam tingkat sekolah yang berperan adalah guru. Walaupun dibedakan
antara tugas kepala sekolah dan tugas guru dalam pelaksanaan kurikulum serta
diadakan perbedaan tingkat dalam pelaksanaan administrasi, yaitu tingkat kelas
dan tingkat sekolah, namun antara kedua tingkat dalam pelaksanaan administrasi
kurikulum tersebut senantiasa bergandengan dan bersama-sama bertanggung
jawab melaksananakan proses administrasi kurikulum.
B.
Saran
Dengan sangat
menyadari bahwa makalah kami masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan saran serta kritikan dalam
memperbaiki makalah kami untuk yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Sudin, 2014, Kurikulum dan Pembelajaran,
Bandung : UPI Press
Andi
Murniati, 2010, Pengembangan Kurikulum, Pekanbaru
: Al-Mujtahadah
Comments
Post a Comment