Makalah pembinaan pelaksanaan pengembangan kurikulum


Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah swt. Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI dengan judul “Pembinaan Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum”.
            Tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas akhir semester yang telah diberikan oleh Dosen Dr. Hj. Andi Murniati, M.Pd Dan juga bertujuan untuk mempelajari ilmu Pengembangan Kurikulum PAI yang sebagai mata kuliah pembelajaran saat ini.
            Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Penulis juga berterimakasih kepada pendukung, kerabat, orang tua, teman  dan orang terdekat yang telah memberikan dukungan, kritik dan saran. Sehingga penulis dapat menyelesai materi ini dengan mudah dan cepat.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Program Pascasarjana (PPs) UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  penulis  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  penulis  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Pekanbaru,      Desember 2018


                                                                                                Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar Isi    ............................................................................................................ ii
BAB I        PENDAHULUAN  ........................................................................... 1
A.      Latar Belakang ............................................................................ 1
B.       Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C.       Tujuan Masalah ........................................................................... 1

BAB II       PEMBAHASAN................................................................................ 2
A.      Pengertian dan Ruang Lingkup Pembinaan Pelaksanaan Kurikulum           2
B.       Pembinaan Administratif dan Pembinaan Profesional................ 3
1.        Pembinaan Admistratif......................................................... 3
2.        Pembinaan Profesional.......................................................... 4
C.       Organisasi Pembinaan Pelaksanaan Kurikulum........................... 9
1.        Organisasi Formal dan Informal........................................... 9
2.        Organisasi Profesi................................................................. 9
3.        Revitalisasi KKG dan MGMP.............................................. 9
4.        Pemberdayaan MKKS dan KKG – MGMP....................... 10
5.        Kelompok Kerja Penilik Sekolah (KKPS).......................... 12
BAB III     PENUTUP........................................................................................ 13
A.      Kesimpulan ............................................................................... 13
B.       Saran ......................................................................................... 13

Daftar Kepustakaan ............................................................................................ 14


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kurikulum suatu lembaga pendidikan tertentu pada dasarnya telah ada atau telah di persiapkan untuk dilaksanakan oleh para staf sekolah atau lembaga pendidikan, terutama guru sebagai pelaksana kurikulum. Demikian pula perangkat yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kurikulum seperti buku pelajaran, perlengkapan sekolah, panduan-panduan atau buku pedoman pelaksanaan kurikulum telah disusun bebarengan dengan penyusunan kurikulum.
Tugas pelaksana kurikulum tinggal mengoprasionalkannya berdasarkan ketentuan dan petunjukyang ada dalam kurikulum. Oleh sebab itu tugas guru dan pelaksana kurikulum lainnya tinggal membina pelaksanaan. Sehubungan dengan itu, timbul pertanyaan bagaimana cara melakukan pembinaan kurikulum. Maka, dalam makalah ini akan di bahas mengenai hakikat pembinaan kurikulum di sekolah.
B.       Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian dan ruang lingkup pembinaan pelaksanaan kurikulum?
2.        Bagaimana Pembinaan Administratif dan Pembinaan Professional?
3.        Apa Organisasi Pembinaan Pelaksaan Kurikulum?
C.      Tujuan Masalah
1.        Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup pembinaan pelaksanaan kurikulum.
2.        Untuk mengetahui pembinaan administratif dan pembinaan professional.
3.        Untuk mengetahui organisasi pembinaan pelaksanaan kurikulum.







BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian dan Ruang Lingkup Pembinaan Pelaksanaan Kurikulum
Kurikulum yang telah direncanakan secara efektif akan menghasilkan cara mengajar dan cara belajar yang lebih baik. biarpun ada penelitian yang menunjang pernyataan tersebut, tetapi kita mengetahui bahwa kurikulum tersebut tidak dapat menjamin akan terjadi cara mengajar dan belajar yang baik di dalam kelas.[1]
Sebagai seorang guru, ia harus mandiri dalam memecahkan masalah di kelas. Ia tidak dapat lagi ke lembaga pendidikan asalnya setiap kali ia menghadapi suatu masalah.  Ia harus dapat memutuskan sendiri jenis cara mengajar, cara menggunakan buku pelajaran, memilih alat-alat peraga yang tepat dan cara penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas atau di luar kelas.[2]
Masalah yang dihadapi guru itu diperbesar lagi dengan segala jenis pembaharuan kurikulum dalam rangka mengikuti perkembangan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang. Karena itu, para guru perlu dibantu secara berencana dan sistemik dalam menghadapi segala permasalahan. Setidaknya guru tahu kepada siapa dan kemana ia dapat bertanya untuk menghadapi permasalahan itu. Ia tahu mana dan kemana ia dapat memperoleh pengetahuan atau informasi baru yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelaksana dan pengelola program pendidikan Sekolah Dasar.[3]
Membina pelaksanaan kurikulum belum cukup hanya memperhatikan segi-segi administrative saja, akan tetapi ada hal yang lebih penting yang perlu mendapat perhatian yaitu segala permasalahan yang berkaitan pekerjaan sebagai guru, khususnya berkaitan dengan proses belajar-mengajar. Pembinaan terutama menekankan pada bantuan untuk guru berkaitan dengan profesinya disebut pembinaan professional.[4]
Jadi pembinaan professional untuk guru adalah pembinaan guru untuk meningkatkan profesionalismenya terutama yang berkaitan dengan proses beljara-mengajar di dalam dan di luar kelas. Pembinaan profesi keguruan tidak hanya dilakukan oleh kepala sekolah dan pemilik sekolah, tetapi juga dapat dilakukan antara sesama guru.[5]
B.       Pembinaan Administratif dan Pembinaan Professional
1.        Pembinaan Administratif
Dalam rangka pembinaan pelaksanaan kurikulum dikenal dua macam pembinaan yaitu pembinaan dalam bidang administrasi dan pembinaan dalam bidang profesi baik profesi kepembinaan maupun profesi keguruan. Untuk memperjelas arahan pembaharuan (inovasi) kurikulum para ahli pendidikan bersepakata tentang pembinaan sebagai berikut:
a.         Pembinaan administrative dan pembinaan professional tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya mempunyai dampak terhadap kualitas hasil lulusan.
b.         Pembinaan tidak dapat dipisahkan dari penataran guru, dan rapat-rapat kerja yang perlu dihadiri guru.
c.         Pembinaan juga berkaitan erat dengan pengembangan kurikulum adalah pemantauan pelaksanaan kurikulum yang mengkonsentrasikan pada kegiatan belajar mengajar guru di kelas dan cara penilaian hasil belajar siswa.
d.        Komunikasi yang baik, terbuka dengan satu arah yang jelas untuk memperbaiki pendidikan, merupakan unsur penting dalam upaya pembinaan secara efisien.
e.         Penataran guru bukan saja bermaksud untuk membina guru tetapi juga memberikan nasehat-nasehat bagaimana memantapkan dan mengembangkan pengetahuan guru.
f.          Nasehat dan gagasan sendiri tidak cukup. Dalam pembinaan, guru memerlukan contoh konkret atau suatu model konkret mempraktekkan nasehat dan gagasan itu.
g.         Pembinaan pelaksanaan kurikulum di masa yang akan datang pada hakekatnya perlu ditujukan kepada pembinaan yang dapat mempunyai dampak positif pada mutu pendidikan.[6]
Pembinaan administratif mencakup pembinaan tentang kelengkapan dan keabsahan dokumen. Misalnya, buku yang berisikan seluruh data peserta didik, buku kehadiran kepala sekolah dan guru, buku yang berisikan inventaris sekolah, buku keuangan sekolah, daftar nilai, rencana pelaksanaan kurikulum dalam satu tahun dan satu caturwulan, persiapan mengajar dalam bentuk satuan pelajaran dan sebagainya. Pembinaan administratif perlu dilakukan agar sekolah dapat berjalan secara terencana, teratur dan setiap pelaksana pendidikan di sekolah (kepala sekolah, guru, kepala perpustakaan, sampai dengan pesuruh sekolah) dapat mengetahui tugas dan kewajibannya.[7]
Hubungan yang serasi antara guru, kepala sekolah, dan penilik secara psikologis sangat mempengaruhi tingkah laku guru dalam meningkatkan kemampuan dirinya. Guru antara lain akan tidak segan untuk bertanya atau memberikan keterangan tentang apa yang dilakukan di dalam kelas bila hubungan serasi dapat diciptakan. Keterbukaan menyampaikan pendapat atau gagasan perlu ada bila kualitas pendidikan benar-benar ingin ditingkatkan.[8]
2.        Pembinaan Profesional
Pembinaan profesional mencakup pembinaan dalam bidang profesi kepembinaan dan profesi keguruan.
a.         Pembinaan profesi kepembinaan
Dalam pembinaan profesi kepembinaan, pembina yang berasal dari Direktoral Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah harus dapat membina pembina yang berada di Kantor Wilayah, dan pembina yang berasal dari Kantor Wilayah harus dapat membina pembina yang berada di Kantor Depdikbud tingkat Kabupaten, dan seterusnya. Koordinasi antar pembina baik secara vertikal maupun horizontal sangat diperlukan. Kurangnya koordinasi tersebut akan dapat membingungkan para guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dalam pembinaan profesi kepembinaan selain memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam bidang administrasi dan supervisi pendidikan, seorang pembina seharusnya antara lain:
1)       Memiliki pengetahuan yang luas mengenai kurikulum yang berlaku.
2)       Dapat mendalami masalah-masalah yang dihadapi oleh orang yang dibinanya.
3)       Dapat mengakui bahwa orang yang dibina itu memiliki potensi atau kemampuan yang dapat ditingkatkan atau dikembangkan.
4)       Memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapat dan bersikap terbuka terhadap saran atau pendapat dan kritik yang membangun dari orang yang dibinanya.
5)       Bijaksana dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang yang dibinanya.[9]
b.         Pembinaan profesi keguruan
Pembinaan profesional untuk para guru perlu dilakukan di sekolah mengingat persoalan yang dihadapi guru juga berkaitan erat dengan kondisi dan situasi sekolah. Kondisi dan situasi sekolah yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya inilah merupakan faktor penting dalam merencanakan dan menyusun program pembinaan bagi guru-guru yang baru lulus dari suatu lembaga pendidikan guru. Para pembina perlu melihat langsung situasi dan kondisi sekolah dan kelas serta keadaan peserta didik. Dengan demikian pembina dapat mencoba mencari atau mendiskusikan dengan guru dan kepala sekolah cara pemecahan masalah yang dihadapi guru dengan lebih sesuai.[10]
Dalam pembinaan profesi keguruan, pembina hendaknya dapat mendorong dan memotivasi guru agar ia mau secara terus menerus meningkatkan kemampuan profesinya. Disamping itu hendaknya diusahakan agar hubungan antara sekolah, orang tua peserta didik, dan masyarakat di sekitar sekolah dapat terbina dengan baik. Dengan perkataan lain, pembinaan profesi keguruan sangat mendambakan terjadinya peningkatan kemampuan profesional guru mempersiapkan, melaksanakan proses belajar-mengajar dan melakukan serta memberi “arti” pada penilaian hasil belajar peserta didik.[11]
Melalui pelayanan profesional, para guru berkesempatan untuk mengembangkan diri agar lebih mampu melaksanakan tugas pokoknya seharihari, yaitu:
1)        Meningkatkan penguasaan bahan pelajaran.
2)        Meningkatkan kemampuan merencanakan proses belajar-mengajar.
3)        Meningkatkan kemampuan melaksanakan proses belajar-mengajar.
4)        Meningkatkan kemampuan menilai proses dan hasil belajar-mengajar. [12]
Biarpun target yang dituju dalam pembinaan profesional adalah guru tetapi upaya peningkatan perlu pula ditujukan kepada penilik dan kepala sekolah.[13]
Karena itu, tujuan umum dari pembinaan profesional adalah meningkatkan kemampuan para Kepala Sekolah dan Pemilik dalam memberikan bantuan dan pelayanan profesional kepada para guru, agar para guru lebih mampu melaksanakan proses belajar-mengajar.[14]


Agar tujuan umum ini tercapai, pembinaan profesional hendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1)        Kepercayaan bahwa guru-guru memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri.
Dalam diri setiap orang ada suatu ”daerah tak terjamah". Daerah tersebut harus diberi suntikan motivasi nyata. Setiap usaha yang dilakukan hendaknya menitik beratkan pada pertumbuhan dari dalam, yang dilandasi oleh motivasi intrinsik. Gejala adanya mencoba dan memulai sesuatu gagasan oleh keinginan untuk guru, menunjukkan adanya kesanggupan guru untuk mengembangkan diri. Ciri profesional yang penting bagi seorang guru adalah semangat yang tak henti-hentinya untuk meningkatkan Oleh karena itu, persoalan bagi para pendidikan adalah bagaimana diri. pembina dapat melepaskan guru-guru dari ikatan tata kerja tradisional, untuk mengembangkan kesanggupan potensialnya, membantu ke arah otonomi kepercayaan diri, membuat mereka menyibukkan diri dengan prakarsanya.[15]
2)        Hubungan antara para pembina dengan guru-guru hendaknya didasarkan atas hubungan kerabat kerja.
Para Kepala sekolah dan penilik hendaknya memandang guru-guru sebagai rekan sejawat, supaya terjadi hubungan yang harmonis. Atas dasar hubungan kerabat kerja, bisa diadakan diskusi atau paling tidak dapat diungkap cara pemecahan masalah. Masalah yang dihadabi guru-guru dalam proses; belajar-mengajar dikemukakan secara terbuka. Di pihak lain para penilik dan kepala sekolah harus peka terhadap masalah-masalah yang dihadapi guru.
Sering kali pemecahan masalah dapat diatasi melalui diskusi atau tukar-menukar pengalaman di antara guru-guru sendiri. Dengan demikian terjadi dialog profesional yang terus-menerus. Sikap menonjolkan kedudukan sebagai atasan dan menganggap guru sebagai bawahan semata-mata akan melahirkan hubungan yang kaku. Sikap demikian kurang menguntungkan bagi terwujudnya dialog profesional.[16]
3)        Pelayanan profesional hendaknya didasarkan pada pandangan yang obyektif.
Setiap keadaan yang berhubungan dengan permasalahan proses belajar-mengajar harus diterima apa adanya, yaitu kenyataan-kenyataan yang dirasakan, didengar, dan dilihat terlepas dari perasaan subyektif atau sentimen pribadi. Para penilik harus berani menyatakan bahwa usahanya tidak berhasil atau berhasil berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima. Demikian juga, guru harus berani mengakui baik kepada dirinya, kepada rekan sejawatnya maupun kepada pembina bahwa ia masih menghadapi persoalan-persoalan.
Apabila penilik pada suatu saat belum mampu menyelesaikan suatu masalah, maka sangatlah bijaksana apabila ia tidak bersikap pura-pura menguasai masalah itu. [17]
4)        Pelayanan profesional hendaknya didarsarkan atas hubungan manusiawi yang sehat.
Sebagai mana anak-anak, orang dewasa memerlukan pujian, bukan celaan atau makian. Keinginan untuk mencoba atau kesuksesan yang dicapai guru-guru, sekalipun belum berarti hendaknya mendapatkan pengakuan yang wajar dari kepala sekolah. Sebagai manusia, guru-guru tidak lepas dari kekeliruan, asalkan kekeliruan itu tidak dijadikan alasan untuk menyelamatkan diri.[18]



C.      Organisasi Pembinaan Pelaksaan Kurikulum
1.        Organisasi Formal dan Informal
Hampir di seluruh wilayah Indonesia telah memiliki organisasi formal terutama yang berhubungan dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG). Organisasi-organisasi tersebut sangat berperan dalam membantu melakukan perubahan Kurikulum melalui berbagai pembinaan dan pelatihan di samping Organisasi profesi lain, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI); FKG; FORMOPPI; clan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) juga merupakan organisasi profesi yang bisa membantu memperlancar penerapan KTSP di sekolah, khususnya pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD).[19]
2.        Organisasi Profesi
Organisasi profesi sebagai wadah untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan seperti KKPS, K38, KKG, MGMP, serta organisasi profesi untuk seluruh guru seperti PGRI, FORMOPPI, FKG, dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) sudah terbentuk hampir di seluruh wilayah Indonesia, tidak saja di kota-kota besar tetapi juga di pedesaan, dan pelosok-pelosok masyarakat. Organisasi profesi ini akan lebih berperan dalam kiprahnya bila kinerjanya dimaksimalkan.[20]
3.        Revitalisasi KKG dan MGMP
Hasil penelitian tentang pengaruh guru terhadap hasil belajar peserta didik di Indonesia sangat rendah (Sekitar 25%) sedangkan di Jepang mencapai 55%. Ini merupakan tantangan bagi 'guru dan KKG dan MGMP. Jumlah guru di sekolah pada umumnya sudah cukup memadai, tetapi suasana belajar belum cukup kondusif akibat, metoda mengajar guru yang kurang bervariasi. Melalui KKG dan MGMP, diharapkan persoalan dapat diatasi, termasuk bagaimana mensiasati KTSP dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi metoda, dan variasi media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.[21]
Kegiatan ini di bawah koordinasi Wakasek Kurikulum dan untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh guru senior yang ditunjuk oleh Kepala sekolah. KKG dan MGMP minimal bertemu satu kali per minggu guna menyusun strategi pengajaran dan mengatasi masalah yang muncul. Di samping itu, KKG dan MGMP sekolah dapat mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk membantu guru dalam mamahami materi yang masih dianggap sulit atau membantu memecahkan masalah yang muncul di kelas, maupun ahli metodologi untuk menemukan cara yang paling sesuai dalam memberikan materi pelajaran tertentu.[22]
KKG dan MGMP juga dapat menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar. Evaluasi kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan rencana berikutnya. Kegiatan. KKG dan MGMP yang dilakukan dengan intensif, dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru serta menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang diajarkan.[23]
Melalui revitalisasi KKG dan MGMP, diharapkan semua kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dapat dipecahkan, dan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah melalui peningkatan mutu pembelajaran (effective teaching).[24]
4.        Pemberdayaan MKKS dan KKG MGMP
Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) merupakan suatu wadah pertemuan atau perkumpulan kepala sekolah yang berada pada satu wilayah kabupaten atau gugus sekolah, yang berfungsi sebagai sarana komunikasi, konsultasi, dan tukar pengalaman. Sesuai dengan perubahan paradigma pendidikan, hal tersebut perlu lebih diberdayakan, terutama untuk meningkatkan kualitas dan kinerja kepala sekolah sebagai ujung tombak inovasi dan reformasi pendidikan di sekolah (school reform).[25]
School reform menuntut kepemimpinan kepala sekolah yang aktif, kreatif, reaktif, dan inovatif, karena ia yang lebih memahami dan mengetahui kondisi sekolah secara nyata, sehingga visi dan misi yang dibentuk telah mempertimbangkan kondisi tersebut. lVlKKS sangat diperlukan dalam mewujudkan harapan yang diinginkan yaitu sekolah efektif oleh karena itu, tugas dan tanggungjawab kepala sekolah menjadi semakin besar sebagai konsekuensi dari kebebasan seluas-luasnya untuk mengelola berbagai perubahan yang menguntungkan bagi peserta didik sekaligus peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini, kepala sekolah harus mampu memposisikan dirinya sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM). Pemberdayaan MKKS diharapkan dapat menciptakan manajemen kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, dan profesional.[26]
Perubahan paradigma proses pembelajaran dari teaching menjadi learning, memerlukan perubahan proses pembelajaran, baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Dengan demikian, diperlukan reorientasi penyelenggaraan KKG dan MGMP baik dari tujuan penyelenggaraan, jadwal pertemuan, maupun materi. Tujuan KKG dan MGMP antara lain untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran yang berkualitas sesuai kebutuhan peserta didik. Pada dasarnya wadah komunikasi profesi sangat diperlukan dalam memberikan kontribusi pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebijakan pemerintah tentang peningkatan mutu pendidikan, seyogianya penyelenggaraan pertemuan KKG dan MGMP dibiayai dengan dana mandiri dari sekolah atau para anggotanya. Pemberdayaan MKKS dan KKG .. MGMP memberikan banyak manfaat terhadap implementasi program school reform dan classroom reform, antara lain meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan dalam melayani peserta didik. Pemberdayaan forum MKKS dan KKG MGMP sebagai wadah peningkatan profesionalisme, menuntnt kepala sekolah dan guru profesional yang mampu mengubah peran dan fungsinya, serta dapat memposisikan dirinya peran sesuai dengan kebutuhan.[27]
5.        Kelompok Kerja Penilik Sekoiah (KKPS)
Untuk menampung aspirasi dan memudahkan komunikasi antara penilik sekolah diperlukan “suatu tempat yang dinamakan KKPS.
Kelompok kerja pemilik sekolah bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh penilik sekolah dalam hal membina guru-guru dan segala masalah yang terjatli di sekolah wawasan pemilikannya.[28]
















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
 Kurikulum merupakan suatu alat untuk tercapainya tujuan pengajaran dan pendidikan. Kurikulum merupakan dasar pelaksanaan pendidikan. Kurikulum merupakan kunci penentu keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, guru harus mengkaji, mengetahui, memahami, dan melaksanakan kurikulum yang sedang berlaku. Dengan demikian, guru akan melakkukan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan arah pembelajaranya akan jelas.
Sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis, kurikulum mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa.  Ada tiga peranan kurikulum yang sangat penting yakni  peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, peranan kreatif. Kurikulum hendaknya bersifat luwes dan dinamis. Luwes dimaksudkan bahwa kurikulaum tidak baleh kaku, tapi dapat menyesuaikan diri  dengan masyarakat.
Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua tingkatan yaitu pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam tingkat sekolah  yang berperan  adalah guru. Walaupun dibedakan antara tugas kepala sekolah dan tugas guru dalam pelaksanaan kurikulum serta diadakan perbedaan tingkat dalam pelaksanaan administrasi, yaitu tingkat kelas dan tingkat sekolah, namun antara kedua tingkat dalam pelaksanaan administrasi kurikulum tersebut senantiasa  bergandengan dan bersama-sama bertanggung jawab melaksananakan proses administrasi kurikulum.
B.       Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami  masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca  untuk memberikan saran serta kritikan dalam memperbaiki makalah kami untuk yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA
Ali Sudin, 2014, Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung : UPI Press
Andi Murniati, 2010, Pengembangan Kurikulum, Pekanbaru : Al-Mujtahadah




[1] Ali Sudin, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung, UPI Press), 2014, h. 55
[2] Ibid., h. 56
[3] Ibid., h. 56
[4] Ibid., h. 56
[5] Ibid., h. 56
[6] Ibid., h. 57
[7] Ibid., h. 63
[8] Andi Murniati, Pengembangan Kurikulum, (Pekanbaru, Al-Mujtahadah), 2010, h. 206
[9] Ibid., h. 207
[10] Ali Sudin, Op.Cit., h. 67
[11] Ibid., h. 67
[12] Ibid., h. 67
[13] Ibid., h. 67
[14] Ibid., h. 67
[15] Andi Murniati, Op.cit., h. 210
[16] Ibid., h. 212
[17] Ibid., h. 212
[18] Ibid., h. 213
[19] Ibid., h. 214
[20] Ibid., h. 214
[21] Ibid., h. 215
[22] Ibid., h. 216
[23] Ibid., h. 216
[24] Ibid., h. 216
[25] Ibid., h. 217
[26] Ibid., h. 218
[27] Ibid., h. 219
[28] Ibid., h. 219

Comments

Popular Posts