Makalah Konsep Dasar Berfikir dan Sarana Berpikir Ilmiah
Kata
Pengantar
Puji syukur kepada Allah swt. Berkat limpahan
dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok dalam mata
kuliah Filsafat
Ilmu dan Logika dengan judul “Konsep dasar berfikir dan sarana berfikir ilmiah”.
Tujuan penulis dalam pembuatan
makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok
kuliah yang telah diberikan oleh Dosen Chanifudin,M.Pd.I.
Dan juga bertujuan untuk mempelajari ilmu Filsafat
ilmu dan logika yang sebagai mata kuliah pembelajaran
saat ini.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Penulis
juga berterimakasih kepada pendukung, kerabat, orang tua, teman dan orang terdekat yang telah memberikan
dukungan, kritik dan saran. Sehingga penulis dapat menyelesai materi ini dengan
mudah dan cepat.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa STAI Nurul Hidayah Selat Panjang. Penulis sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kepada dosen pembimbing
penulis meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah penulis di masa yang
akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Selatpanjang, 1 Mei 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar
Isi ............................................................................................................ ii
BAB
I Pendahuluan ............................................................................................ 1
1.1.
Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3.
Tujuan Masalah .................................................................................. 2
Bab
II Pembahasan ............................................................................................... 3
2.1 Konsep dasar
berfikir.......................................................................... 3
2.1.1
Definisi berfikir ilmiah............................................................ 3
2.1.2
Hakikat berfikir ilmiah............................................................ 3
2.1.3
Ciri-ciri berfikir ilmiah............................................................ 8
2.1.4
Manfaat berfikir ilmiah........................................................... 8
2.2 Sarana berfikir
ilmiah.......................................................................... 8
2.2.1
Bahasa..................................................................................... 8
2.2.2
Matematika........................................................................... 11
2.2.3
Statistika sebagai sarana ilmu pengetahuan.......................... 13
2.2.4
Logika sebagai sarana ilmu pengetahuan.............................. 18
BAB
III Penutup ................................................................................................ 23
3.1. Kesimpulan ...................................................................................... 23
3.2.
Saran ................................................................................................ 23
Daftar
Kepustakaan ............................................................................................ 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Akal
adalah potensi rohaniah yang memiliki berbagai kesanggupan seperti kemampuan
berfikir, menyadari, menghayati, mengerti dan memahami. Jadi pemikiran
kesadaran, penghayatan, pengertian dan pemahaman semuanya merupakan istilah yang berarti bahwa kegiatan akal itu
berpusat atau bersumber dari kesanggupan jiwa yang disebut dengan intelegensi
(sifat kecerdasan jiwa), intelegensi sendiri mempunyai kemampuan menghasilkan
pemikiran-pemikiran atau penemuan dan menciptakan pemikiran dengan cepat. Juga
mempunyai kesanggupan memecahkan problem, intelgensi itu adalah kemampuan dan
kesanggupan yang dibawah manusia sejak lahir kemudian mengalami proses dan
pengembangan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berpikir di
maksudkan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui dengan kata lain
bahwa kebenaranlah yang menjadi tujuan utamanya, dari proses berpikirnya
yang mengatakan pengorganisasian dan pembudian pengalaman-pengalamannya secara
empiris dan eksperimen di maksudkan dapat mencapai pengetahuan, tetapi apakah
pengetahuan yang diperoleh adalah benar dan apa yang dimaksud kebenaran dalam
ilmu pengetahuan?
Kebenaran adalah adanya korespondensi,
koherensi dan konsistensi antara subjek dan objek secara pragmatis, jadi ada
dua kebenaran yang ingin di capai yaitu mutlak dan relative. Dikatakan relative
karena kebenaran ini merupakan hasil pemikiran manusia dalam teori pengetahuan
dan pengetahuan itu sendiri bukanlah sesuatu yang sudah selesai terpikirkan,
tetapi sesuatu hal yang tidak pernah mutlak sebab ia masih selalu membuka diri
untuk pemikiran kembali atau peninjauan ulang.
Sedangkan kebenaran mutlak adalah
kebenaran yang berasal dari Allah (agama, wahyu) wahyu mengakui kebenaran
relative selama tidak bertentangan dengan kemutlakannya.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
penulis bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apa konsep dasar berpikir?
b. Bagaimana sarana berfikir ilmiah?
1.3
Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui konsep dasar berpikir.
b. Untuk mengetahui sarana berfikir ilmiah.
BAB
II
PEMBAHASAN
KONSEP
DASAR BERPIKIR DAN SARANA BERFIKIR ILMIAH
2.1 Konsep Dasar Berpikir
2.1.1 Definisi Berfikir Ilmiah
Berpikir adalah menggunakan akal
budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Sedangkan menurut
Poespoprodjo berpikir adalah suatu aktifitas yang banyak seluk-beluknya,
berlibat-libat, mencakup berbagai unsur dan langkah-langkah. Menurut Anita
Taylor et. Al. berpikir adalah proses penarikan kesimpulan. Jadi berpikir
merupakan sebuah proses tertentu yang dilakukan akal budi dalam memahami,
mempertimbangkan, menganalisa, meneliti, menerangkan dan memikirkan sesuatu
dengan jalan tertentu atau langkah-langkah tertentu sehingga sampai pada sebuah
kesimpulan yang benar.
Sedangkan
Ilmiah yakni bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat kaidah
ilmu pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah berpikir rasional dan berpikir
empiris. Bersifat ilmiah apabila ia mengandung kebenaran secara objektif,
karena didukung oleh informasi yang telah teruji kebenarannya dan disajikan
secara mendalam, berkat penalaran dan analisa yang tajam. Berpikir rasional
adalah berpikir menggunakan dan mengandalkan otak atau rasio atau akal budi
manusia sedangkan berpikir empiris berpikir dengan melihat realitas empiris, bukti
nyata atau fakta nyata yang terjadi di lingkungan yang ada melalui panca indera
manusia.
2.1.2
Hakikat Berpikir Ilmiah
Dalam membahas pengetahuan ilmiah,
kegiatan berfikir belum dapat dimasukkan sebagai bagian dari kegiatan ilmiah,
kecuali ia memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang disebut sebagai pola
fikir. Berfikir dengan mendasarkan pada kerangka fikir tertentu inilah yang
disebut sebagai penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah. Dengan demikian tidak
semua kegiatan berfikir dapat dikategorikan sebagai kegiatan berfikir ilmiah,
dan begitu pula kegiatan penalaran atau suatu berfikir ilmiah tidak sama dengan
berfikir.
Ketika
anak balitanya mengambil sebuah pisau, seorang ibu langsung berusaha untuk
mengambil sebilah pisau dari si anak, karena sang Ibu berfikir pisau dapat
membahayakan si anak. Kegiatan berfikir sang ibu belum dapat dikategorikan
sebagai kegiatan ilmiah karena ibu hanya mengira-ngira atau mempergunakan
perasaan dalam kegiatan berfikirnya. Berbeda dengan seorang mahasiswa sejarah
yang dengan sengaja memberikan sebilah pisau kepada anak balita dalam rangka
untuk mengetahui bagaimana sistem reflek si batita dalam mempergunakan pisau.
Mahasiswa memiliki alasan yang jelas yakni ingin mendapatkan pengetahuan
tentang kemampuan seorang anak kecil, sehingga memungkinkan kegiatannya disebut
berfikir ilmiah. Lalu apa saja yang memungkinkan kegiatan mahasiswa sejarah
disebut sebagai berfikir ilmiah karena beberapa sebab:
Pertama,
perlu dipahami bahwa kegiatan penalaran adalah proses berfikir yang membuahkan
sebuah pengetahuan. Selain itu, melalui proses penalaran atau berfikir ilmiah
berusaha mendapatkan sebuah kebenaran. Untuk mendapatkan sebuah kebenaran,
kegiatan penalaran harus memehuni dua persyaratan penting, yakni logis dan
analitis.
Syarat
pertama adalah logis, dengan kata lain kegiatan berfikir ilmiah harus mengikuti
suatu aturan atau memenuhi pola pikir (logika) tertentu. Kegiatan penalaran
yang digunakan si mahasiswa disebut logis karena ia memehuni suatu pola fikir
induktifis atau pola fikir dengan menggunakan observasi individual untuk
mendapatkan pengetahuan yang lebih general, dengan cara mengamati refleks si
balita ketika diberikan sebilah pisau. Syarat kedua bagi kegiatan penalaran
adalah analitis, atau melibatkan suatu analisa dengan menggunakan pola fikir (logika) tersebut di atas. Ini
berarti, jika si mahasiswa sejarah hanya melihat si anak saat diberikan sebilah
pisau tanpa melakukan analisa apa yang terjadi setelah itu dan tidak
menggunakan pola fikir induktifisme dalam analisanya, maka kegiatannya itu
belum dapat disebut sebagai sebuah penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah.
Dari
penjelasan dan contoh di atas, dapatlah diketahui bahwa dalam proses berfikir
kita sehari-hari, kita dapat membedakan berfikir ilmiah dari kegiatan yang
lain, yaitu berfikir non-ilmiah. Pada penjelasan lebih lanjut, para filosof
atau para pemikir menyimpulkan bahwa kegiatan berfikir ilmiah didapatkan
melalui rasio dan indera (juga pengalaman) manusia sehari-hari.
Selain
berfikir ilmiah, terdapat dua contoh lain dimana sebuah kegiatan berfikir tidak
dapat disebut sebagai penalaran. Keduanya adalah berfikir dengan intuisi dan
berfikir berdasarkan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir manusia, yang
melibatkan pengalaman langsung dalam mendapatkan suatu pengetahuan. Namun,
intuisi tidak memiliki pola fikir tertentu, sehingga ia tidak dapat
dikategorikan sebagai kegiatan penalaran. Sebagai misal, seorang Ayah merasa
tidak tenang dengan kondisi anaknya yang sedang menuntut ilmu di luar kota.
Tetapi ketika ditanyakan apa sebab yang menjadi dasar ketidaktenangan dirinya,
sang Ayah tidak dapat menyebutkannya dan hanya beralasan bahwa perasaannya
menyatakan ada yang tidak beres dengan si anak yang ada di luar kota. Setelah
menyusul ke tempat anaknya, ternyata si anak sedang sakit parah. Meskipun
proses berfikir sang Ayah mendapatkan kebenaran, tetapi tidak bisa disebut
berfikir ilmiah, karena tidak memenuhi suatu logika tertentu dan terlebih lagi
tidak terdapat proses analitis terdapat peristiwa ini.
Selain
berfikir intuitif, pengetahuan melalui wahyu juga tidak bisa memenuhi kegiatan
penalaran. Alih-alih menggunakan pola fikir (logika) tertentu dan analisa
terhadapnya, wahyu justru mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan bukan pada
hasil aktif manusia. Dengan kata lain, melalui wahyu, akal manusia bersifat
pasif dan hanya menerima sebuah kebenaran yang sudah ada (taken for granted)
dengan keyakinannya.
Sampai
pada poin ini, perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah memiliki
perbedaan dalam dua faktor mendasar, yakni:
a.
Sumber pengetahuan, berfikir ilmiah menyandarkan sumber
pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berfikir non-ilmiah
(intuisi dan wahyu) mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia.
b.
Ukuran kebenaran, berfikir ilmiah mendasarkan ukuran
kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berfikir
non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada
keyakinan semata.
Uraian mengenai
hakikat berfikir ilmiah atau kegiatan penalaran memperlihatkan bahwa pada
dasarnya, kegiatan berfikir adalah proses dasariah dari pengetahuan manusia.
Darinya, kita membedakan antara pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan
non-ilmiah. Hanya saja, pemahaman kita tentang berfikir ilmiah belum dapat disebut
benar atau sahih sebelum kita melakukan penyimpulan terhapat proses berfikir
kita. Karena pengetahuan sesungguhnya terdiri atas kesimpulan-kesimpulan dari
proses berfikir kita. Dengan kata lain, suatu pengetahuan ilmiah disebut sahih
ketika kita melakukan penyimpulan dengan benar pula. Kegiatan penyimpulan
inilah yang disebut logika. Dengan demikian kita sudah mendapati hubungan
antara syarat berfikir ilmiah dengan kegiatan penyimpulan. Keduanya sama-sama
memenuhi suatu pola pikir tertentu yang kita sebut logika.
Dilihat dari
kegiatan penyimpulannya, logika terbagi menjadi dua bentuk, yaitu logika induktif dan logika
deduktif.
a. Logika Induktif
Kegiatan penarikan kesimpulan
melalui logika ini dimulai dari kasus yang khusus/khas/individual untuk mendapatkan
kesimpulan yang lebih umum/general/fundamental. Kita tahu bahwa gajah memiliki
mata, kambing juga memiliki mata, dan demikian pula lalat memiliki mata. Dengan
demikian kita dapat menyimpulkan secara induktif bahwa semua hewan memiliki
mata. Logika induktif memiliki berbagai guna bagi kegiatan berfikir ilmiah
kita, antara lain: Bersifat ekonomis bagi kehidupan praksis manusia. Dengan
logika induktif kita dapat melakukan generalisasi ketika kita
mengetahui/menemui peristiwa yang sifatnya khas/khusus.
Logika Induktif menjadi perantara
bagi proses berfikir ilmiah selanjutnya. Ia merupakan fase pertama dari sebuah
pengetahuan, yang selanjutnya dapat diteruskan untuk mengetahui generalisasi
yang lebih fundamental lagi. Misalnya ketika kita mendapatkan kesimpulan “semua
hewan memiliki mata” lalu kita masukkan manusia ke dalam kelompok ini, bisa
saja kita menyimpulkan “makhluk hidup memiliki mata”.
b. Logika Deduktif
Logika Deduktif adalah kegiatan
penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan yang umum untuk mendapatkan
kesimpulan yang lebih khusus. Pada umumnya, logika deduktif didapatkan melalui
metode Sillogisme yang dicetuskan oleh Filosof Klasik, Aristoteles. Silogisme
terdiri dari premis mayor yang mencakup pernyataan umum, premis minor yang
merupakan pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan yang menjadi
penyimpul dari kedua penyataan sebelumnya. Dengan demikian, kebenaran dalam
silogisme atau logika deduktif ini didapatkan dari kesesuaian antara kedua
pernyataan (premis mayor dan minor) dengan kesimpulannya.
2.1.3
Ciri-ciri Berpikir Ilmiah
a.
Pendapat atau tindakannya melalui penelitian
b.
Pendapatnya sesuai kebenaran
c.
Terdapat data-data atau bukti dalam menunjukkan hasilnya
d.
Tidak berdasarkan perkiraan atau hanya sekedar pendapat
2.1.4
Manfaat Berfikir Ilmiah
a.
Seseorang yang selalu berpikir ilmiah tidak akan mudah
percaya terhadap sesuatu
b.
Pendapatnya akan dapat dipercaya dan diterima orang lain
c.
Dalam memecahkan masalah tidak dengan emosi.
2.2
Sarana Berfikir Ilmiah
2.2.1
Bahasa
Bahasa
mempunyai peranan yang sangat penting dan merupakan suatu hal yang lazim dalam
hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut kadang membuat manusia jarang
memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti
bernapas, dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang besar
dan luar biasa, dan bahasa termasuk salah satu yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya.
Keunikan
manusia bukan saja terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan juga terletak
pada kemampuan berbahasa (Suriasumantri : 2007 : 171)
Manusia
merupakan makhluk yang menggunakan simbol-simbol dalam kesehariannya,
dan manusia menggunakan simbol-simbol dalam berpikir. Bahasa sebagai sarana
komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tidak ada komunikasi, tanpa komunikasi
manusia tidak bias bersosialisasi, sehingga tanpa bahasa manusia tidak layak
disebut sebagai makhluk sosial.
Sebagai sarana komunikasi, maka segala
yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berfikir
sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa
mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan
berpikir secara sistematis dan teratur (Bachtiar : 2004 : 176).
Dengan kemampuan kebahasaan akan
terbentang luas cakrawala berpikir seseorang dan tiada batas dunia baginya
“batas bahasaku adalah batas duniaku”.
Bahasa adalah suatu system yang terdiri
dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok
sosial sebagai alat bergaul satu sama lainnya. (Broam : 1995 : 2).
Jadi, dalam bahasa terdapat
simbol-simbol, simbol-simbol vokal, simbol-simbol vokal arbitrer, system yang
berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer, dan simbol-simbol ini yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial sebagai alat bergaul/ berkomunikasi
satu sama lain.
Morris (dalam Halliday : 1994 : 21)
mengemukakan 4 fungsi bahasa sebagai berikut:
1.
Information
talking, pertukaran keterangan dan informasi.
2.
Mood
talking, bahasa yang terarah pada diri sendiri/ pembicara.
3.
Exploratory
talking, sebagai ujaran untuk kepentingan ujaran, sebagaimana fungsi estetis.
4.
Groming
talking, tuturan yang sopan yang maksudnya kerukunan melalui percakapan, yakni
menggunakan bahasa untuk memperlancar proses sosial dan menghindari
pertentangan.
Agar bisa
berpikir ilmiah, maka seseorang harus menguasai criteria maupun langkah-langkah
dalam kegiatan ilmiah itu sendiri. Untuk mencapai tujuan, maka disamping
menguasai langkah-langkah tersebut juga harus dibantu oleh sarana bahasa,
logika matematika, dan statiska.
Berbicara
tentang sarana ilmiah, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, sarana ilmiah itu merupakan
ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan
berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berpikir induktif dan
deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Kedua,
tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah
secara baik (Suriasumantri : 2001 ; 167).
Dalam
hubungannya dengan berpikir ilmiah, sarana ilmiah merupakan alat bagi
cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan
metode ilmiah.
Bahasa
sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah di
mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika
induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berpikir imiah ini sangat
berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum
tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik
dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga.
Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana
berpikir.
Ketika
bahasa disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi juga harus
disifatkan ilmiah, yakni proses penyimpanan informasi berupa pengetahuan. Di
samping itu, untuk mendapatkan hasil dari komunikasi ilmiah, maka bahasa yang
digunakan harus terbebas dari unsure emotif.
Bahasa
ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, dalam
tulisan-tulisan ilmiah, sejarah selalu dituntut secara deskriptif agar
memungkinkan para pembaca untuk ikut menafsirkan dan mengembangkan lebih jauh.
2.2.2
Matematika
Pada abad
ke-20 seluruh aspek kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik
matematikan dalam bentuk yang sederhana, seperti menghitung satu, dua, tiga
maupun yang sampai sangat rumit, misalnya perhitungan antariksa.
Penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada
proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan
penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peran penting
dalam berpikir induktif.[1]
1.
Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan.
Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti
setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya
merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.[2]
Bahasa verbal mempunyai beberapa
kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita
berpaling pada matematika. Dalam hal ini kita katakan bahwa matematika adalah
bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari
bahasa verbal. Contoh: menghitung “kecepatan jalan kaki seorang anak” kita
lambangkan X, “jarak tempuh seorang anak” kita lambangkan Y, “waktu berjalan
kaki seorang anak” kita lambangkan Z, maka kita dapat melambangkan hubungan
tersebut sebagai Z=Y/X. Pernyataan Z=X/Y kiranya jelas tidak mempunyai konotasi
emosional dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan antara X, Y dan Z.
Dalam hal ini pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan
informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang tidak bersifat emosional.[3]
2.
Matematika sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif.
Karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas
pengalaman, melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran).
Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya. Pernyataan-pernyataannya
mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam
bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan
yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Contoh: jika diketahui A termasuk dalam lingkungan B, sedangkan B tidak ada
hubungan dengan C, maka A tidak ada hubungan dengan C.
3.
Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
Matematika merupakan salah satu puncak
kegemilangan intelektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu
sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses dan teori yang memberikan
ilmu suatu bentuk dan kekuasaan.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan
alam matematika memberikan kontribusi yang cukup besar. Kontribusi matematika
dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambang-lambang
bilangan untuk penghitungan dan pengukuran, disamping hal lain seperti bahasa,
metode dan lainnya.
Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai
oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah yang dihadapinya tidak mempunyai
pengukuran yang mempergunakan bilangan dan pengertian tentang ruang adalah sama
sekali tidak relevan.
2.2.3 Statistika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
1.
Pengertian statistik
Pada mulanya kata statistik diartikan
sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi Negara.[4]
Secara etimologi, kata “statistik”
berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan
kata state (bahasa Inggris), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan
negara. Pada mulanya, kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan bahan
keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun data yang
tidak berwujud angka (data kuantitatif), yang mempunyai arti penting dan
kegunaan yang besar bagi suatu negara”. Namun pada perkembangan selanjutnya,
arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud
angka (data kuantitatif) saja.[5]
Ditinjau dari segi terminologi, dewasa
ini istilah statistik terkandung berbagai macam pengertian;
a.
Istilah statistik kadang diberi pengertian sebagai
data statistik, yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau bilangan.
b.
Sebagai kegiatan statistik atau kegiatan
perstatistikan atau kegiatan penstatistikan.
c.
Kadang juga dimaksudkan sebagai metode statistik yaitu
cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun,
atau mengatur, menyajikan, menganalisis, dan memberikan interpretasi terhadap
sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat
memberikan pengertian makna tertentu.
d.
Istilah statistik dewasa ini juga dapat diberi
pengertian sebagai “ilmu statistik”, ilmu statistik adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang adadalam
kegiatan statistik atau ilmu pengetahuan yang membahas (mempelajari) dan
memperkembangkan prinsip-prinsip, metode dan prosedur yang perlu ditempuh dalam
rangka;
a.
Pengumpulan data angka
b.
Penyusunan atau pengaturan data angka
c.
Penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka
d.
Penganalisisan terhadap data angka
e.
Penarikan kesimpulan (conclusion)
f.
Pembuatan perkiraan (estimation)
g.
Penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah (dalam hal ini
secara matematik) atas dasar pengumpulan data angka tersebut.[6]
Dalam
kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik, daftar informasi,
angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis
dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.[7]
2.
Sejarah Perkembangan Statistik
Peluang yang merupakan dasar dari teori
statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani
Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam Abad Pertengahan. Teori mengenai kombinasi
bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun
bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan,
maka dengan cepat telaahan ini berkembang. Konsep statistik sering dikaitkan
dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu.
a.
Abraham Demoitre (1667-1754) mengembangkan teori galat
atau kekeliruan (theory of error).
b.
Thomas Simpson (1757) menyimpulkan bahwa terdapat
sesuatu distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variabel
dalam suatu frekuensi yang cukup banyak.
c.
Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan
konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal
sebuah konsep mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis
statistika disamping teori peluang.
d.
Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal,
kemudian ditemukan Francis Galton (1822-1911) dan Karl pearson (1857-1936)
e.
Karl Friedrich Gauss (1777-1855) mengembangkan teknik
kuadrat terkecil (least squares) simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata
(the standard error of the mean). Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan
mengembangkan konsep regresi, korelasi, distribusi, chi-kuadrat dan analisis
statistika untuk data kualitatif Pearson menulis buku The Grammar of science
sebuah karya klasik filsafat ilmu.
f.
William Searly Gosset, yang terkenal dengan nama
samaran “student”, mengembangkan konsep tentang pengambilan contoh. Desigent
Experiment dikembangkan oleh Ronald Alylmer Fisher (1890-1962) disamping
analisis varians dan covarians, distribusi –z, distribusi –t, uji signifikan
dan teori tentang perkiraan (theory of estimation).[8]
Di
Indonesia sendiri kegiatan dalam bidang penelitian sangat meningkat, baik
kegiatan akademik maupun pengambilan keputusan telah memberikan momentum yang
baik untuk pendidikan statistika.
3.
Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Matematika,
logika dan Statistika
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya,
agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana
yang berupa bahasa, matematika, logika dan statistika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana
bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran tersebut kepada orang lain.
Ditinjau dari pola berpikirnya, maka
ilmu merupakan gabungan berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu
penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan logika
induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif,
sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi
keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lain.[9]
4.
Tujuan Pengumpulan Data Statistik
Tujuan ini dibagi menjadi dua golongan
besar yaitu;
a.
Tujuan kegiatan praktis
Dalam
kegiatan praktis hakikat alternatif yang sedang dipertimbangkan telah
diketahui, paling tidak secara prinsip, dimana konsekuensi dalam memilih salah
satu dari alternatif tersebut dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian
perkembangan yang akan terjadi.
b.
Tujuan kegiatan keilmuan
Kegiatan
statistika dalam bidang keilmuan diterapkan pada pengambilan suatu keputusan
yang konsekuensinya sama sekali belum diketahui. Dengan demikian konsekuensi
dalam melakukan kesalahan dapat diketahui secara lebih pasti dalam kegiatan
praktis dibandingkan dengan kegiatan keilmuan.
5.
Statistika dan Cara Berpikir Induktif
Ilmu secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua
pernyataan ilmiah adalah sesuai faktual, dimana konsekuensinya dapat diuji baik
dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan alat-alat yang membantu
pancaindera tersebut. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan
penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Kesimpulan yang ditarik dalam penalaran
deduktif adalah benar jika premis-premis yang dipergunakan adalah benar
danprosedur penarikan kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran
induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan
kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan itu belum tentu benar. Tapi
kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar.
Statistik merupakan sarana berpikir
yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari
perangkat metode ilmiah, statistik membantu kita untuk melakukan generalisasi
dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan
terjadi secara kebetulan.[10]
6.
Peranan statistika dalam tahap-tahap Metode Keilmuan
Langkah-langkah yang lazim dipergunakan
dalam kegiatan keilmuan yang dapat dirinci sebagai berikut;
a.
Observasi
Statistik
dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis yang akan dipakai dalam
observasi.
b.
Hipotesis
Untuk
menerangkan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam
sebuah hipotesis. Dalam tahap kedua ini statistika membantu kita dalam
mengklasifikasikan hasil observasi.
c.
Ramalan
Dari
hipotesis dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan memenuhi syarat
deduksi akan menjadi pengetahuan baru. Fakta baru ini disebut ramalan.
d.
Pengujian kebenaran
Untuk
menguji kebenaran ramalan, mulai dari tahapan-tahapan berulang seperti sebuah
siklus.
7.
Penerapan Statistika
Statistika diterapkan secara luas dalam
hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen. Statistika
diterapkan dalam penelitian pasar, penelitian produksi, kebijaksanaan penanaman
modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan
ekonomi, auditing dan masih banyak lagi.
2.2.4 Logika sebagai
Sarana Ilmu Pengetahuan
Logika
adalah sarana berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena itu berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir.
Hukum-hukum pikiran beserta mekanismenya
dapat digunakan secara sadar dalam mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan
panjang itu.
1.
Aturan Cara Berpikir yang Benar
Kondisi
adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana.
Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, logis-dialektis, juga dibutuhkan
kondisi-kondisi tertentu:[11]
a.
Mencintai kebenaran
Sikap ini
sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa
menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut, meningkatkan mutu
penalarannya; manggerakkan si pemikir untuk senantiasa mewaspadai “ruh-ruh”
yang akan menyelewengkannya dari yang benar. Misalnya, menyederhanakan
kenyataan, menyempitkan cakrawala/perspektif, berpikir terkotak-kotak. Cinta
terhadap kebenaran diwujudkan dalam kerajinan (jauh dari kemalasan, jauh dari
takut sulit, dan jauh dari kecerobohan) serta diwujudkan dengan kejujuran,
yakni disposisiatau sikap kejiwaan(dan pikiran) yang selalu siap sedia menerima
kebenaran meskipun berlawanan dengan prasangka dan keinginan/kecenderungan
pribadi atau golongannya.
b.
Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda
kerjakan
Kegiatan
yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita
adalah suatu usaha terus menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan
diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya. Untuk
mencapai kebenaran, kita harus bergerak melalui berbagai macam langkah dan
kegiatan.
c.
Ketahuilah (dengan sadar) apa yang Anda katakana
Pikiran
diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran diungkapkan ke dalam
kecermatan kata-kata, karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata
merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi. Anda senantiasa perlu
menguasai ungkapan pikiran kedalam kata tersebut. Waspadalah terhadap term-term
ekuivokal (bentuk sama, tetapi arti berbeda), analogis (bentuk sama, arti
sebagian sama sebagian berbeda). Ketahuilah pula perbedaan kecil arti (nuansa)
dari hal-hal yang Anda katakan.
d.
Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian
(klasifikasi) yang semestinya
Jika ada dua
hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi
banyak kejadian dimana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak
identik. Disinilah perlu dibuat suatu distingsi, suatu pembedaan. Karena
realitas begitu luas, perlu diadakan pembagian ( klasifikasi). Peganglah suatu
prinsip pembagian yang sama, jangan sampai Anda menjumlahkan bagian atau aspek
realitas prinsip klasifikasi yang sama.
e.
Cintailah definisi yang tepat
Penggunaan
bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang
akan diungkapkan atau yang dimaksudkan. Karenanya jangan segan membuat
definisi. Definisi artinya pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu.
Hindari uraian-uraian yang tidak jelas artinya.
f.
Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan
begini atau begitu
Anda harus
bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan
konsekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan (assertion), pernyataan, atau
kesimpulan yang Anda buat. Jika bahan yang ada tidak cukup atau kurang cukup
untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang menahan diri untuk tidak membuat
kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan (membuat reserve) dalam
kesimpulan.
g.
Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan
tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian
juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran)
Dalam
belajar logika Ilmiah (scientific) Anda tidak hanya mau tahu hukum-hukum,
prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran sekadar untuk tahu saja. Anda perlu
juga;
1.
Dalam praktik, menjadi cakap dan cekatan berpikir
sesuai dengan hukum, prinsip, bentuk berpikir yang betul, tanpa mengabaikan
dialektika, yakni proses perubahan keadaan. Logika ilmiah melengkapi dan
mengantar kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis, yakni berpikir
secara menentukan karena menguasai ketentuan-ketentuan berpikir yang baik.
2.
Selanjutnya sanggup mengenali jenis-jenis,
macam-macam, nama-nama, sebab-sebab kesalahan pemikiran, dan sanggup
menghindari, juga menjelaskan segala bentuk dan sebab kesalahan dengan
semestinya.[12]
2.
Klasifikasi
Sebuah konsep klasifikasi, seperti
“panas” atau “dingin”, hanyalah menempatkan objek tertentu dalam sebuah kelas.
Pertimbangan yang berdasarkan klasifikasi tentu saja lebih baik daripada tak
ada pertimbangan sama sekali. Misal; terdapat tiga puluh lima orang yang
melamar pekerjaan yang membutuhkan kemampuan tertentu, dan perusahaan yang akan
menerima mempunyai psikolog harus menetapkan cara-cara pelamar dalam memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan. Ahli psikologi tersebut membuat klasifikasi
kasar berdasarkan keterampilan, kemampuan dibidang matematika, stabilitas
emosional, dan sebagainya. Ketiga puluh lima orang tersebut dibandingkan dengan
pengetahuan yang berdasarkan klasifikasi kuat, lemah dan sedang, kemudian ditempatkan
dalam urutan berdasarkan kemampuannya masing-masing.[13]
3.
Aturan Definisi
Definisi secara etimologi adalah suatu
usaha untuk memberi batasan terhadap sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk
memindahkannya kepada orang lain.
Sedangkan pengertian definisi secara
terminologi adalah sesuatu yang menguraikan makna lafadz kulli yang menjelaskan
karakteristik khusus pada diri individu.
Definisi yang baik adalah jami’
wa mani (menyeluruh dan membatasi). Hal ini sejalan dengan kata definisi itu
sendiri, yaitu definite (membatasi).
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Bahasa
mempunyai peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan
manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan
menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan.
Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang
membedakan manusia dari ciptaan lainnya.
Matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai
arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya
merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Logika adalah sarana berpikir sistematis,
valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu berpikir logis adalah
berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir.
Statistik yaitu kumpulan bahan
keterangan berupa angka atau bilangan. Metode statistik yaitu cara-cara
tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun, atau
mengatur, menyajikan, menganalisis, dan memberikan interpretasi terhadap
sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat
memberikan pengertian makna tertentu.
3.2 Saran
Dengan sangat
menyadari bahwa makalah kami masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan saran serta kritikan dalam
memperbaiki makalah kami untuk yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar,
Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.
Dajan,
Anto. 2000. Pengantar Metode Statistik, Jilid I,Pustaka LP3ES Indonesia.
Hidayat,
Komaruddin. 1996. Memahami Bahasa Agama, Jakarta: Paramadina.
Poespoprojo,
W. 1999. Logika Scientifika; Pengantar Dialektika dan Ilmu,Bandung:
Pustaka Grafika.
Pratanto,
Pius A. dan Al-Barri, M. Dahlan. 1994. Kamus
Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola.
Salam,
Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Sudijono,
Anas. 1996. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Suriasumantri,
Jujun S. 2001.Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Suriasumantri,
Jujun S. 2002. Filsafat Ilmu (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Suriasumantri,Jujun
S.1995. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
[1] Burhanuddin
Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1997), 134.
[11] W. Poespoprojo,
Logika Scientifika; Pengantar Dialektika dan Ilmu (Bandung: Pustaka Grafika,
1999), 61
ReplyDeleteAwalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'